Barisan Pembawa Gebogan |
Sepeda motor yang kami laju tiba-tiba saja terhenti.
kemacetan panjang pun terjadi, suara klakson dan deru desing mesin kendaraan
serta asap pembuangannya cukup membuat telinga dan hidung ini gerah. tak ada
lampu lalu lintas maupun kecelakaan yang terjadi yang menyebabkan kemacetan
panjang ini. gong..gong..trang..trung.. terdengar sayup-sayup suara gamelan
dari kejauhan, oh.. Ada upacara ngaben (kematian) atau pun upacara keagaamaan toh ternyata,
ucap kami berdua berbarengan. Bapak-bapak, Ibu-ibu, pemuda-pemudi serta
anak-anak berhamburan diluar lengkap dengan pakaian adat yang menempel di tubuh
mereka. suara doa-doa yang dipanjatkan pamangku terdengar dengan syahdu dari
toa yang dipasang di pura ini.
"Yuwi..Yuwi..cepat keluarkan kameramu, teriak Lulu!
lihat itu ada barisan canang (sesajen) kuning diatas kepala, wah apa ya itu?
sepertinya bukan upacara ngaben yang menghentikan sepeda motor kami, gumam
dalam hati. dengan sergap, saya pun langsung turun dari sepeda motor,
mengeluarkan kamera dan berjalan mendekati barisan canang yang ditunjukkan Lulu
tadi. berbekal senyum dan ijin mengambil foto yang telah saya dapatkan dari
salah satu bapak disana. langsung saja saya memulai aksi, Jeprat Jepret dengan
nafsu bahagia saat mengambil foto dalam moment yang langka ini.
Pritt...pritt..begitulah suara pluit dari seorang ketua,
lantas barisan rapi ibu-ibu yang membawa gebogan dikepala mereka siap berjalan
ditemani oleh gamelan yang telah sigap mengiringi dibelakang mereka menuju pura
yang berjarak 50 meter.
***
Gebogan sendiri yaitu rangkaian buah, jajanan (makanan
cemilan), canang (sesajen) dan bunga yang disusun diatas tempat (dulang),
menjulang keatas, bentuknya yang disusun mengkerucut menjadikan gebogan sebuah karya seni, Gebogan juga sebuah persembahan yadnya atas rasa
syukur akan anugrah kehidupan, kembali kita nikmati. Intinya “Apa yang kita nikmati, itu
yang kita persembahkan ke padaNnya.”
Bila ditelik dari makna filosofi, karena bentuknya yang
menjulang mirip seperti gunung, makin keatas makin mengerucut (lancip), dan
diatasnya juga diletakkan “canang” dan sampiyan sebagai wujud persembahan dan
bhakti kita kehadapan Tuhan sebagai pencipta alam semesta.
Barisan rapi ibu-ibu yang membawa gebogan itu pun disebut
Mepeed. Ritual unik yang sering kalian lihat pada kartu-kartu pos Bali pun
sudah jarang ditemukan. Hanya pada acara-acara odalan besar pura (keagamaan),
Galungan dan Kuningan saja. beruntung kami dapat menyaksikannya secara tidak
sengaja ketika kami melewati sebuah pura di daerah Dalung, Tabanan.
Dalam
ritual Mepeed ini, para perempuan pembawa gebogan tadi menggunakan pakaian
berkebaya putih lengkap dengan selendang dipinggul dan diminta untuk berbaris
panjang. diiringi dengan para laki-laki lengkap dengan pakaian adat yang memainkan gamelan dibelakanganya. sedangkan Mepeed ini sendiri berarti jalan beriringan, dan memiliki makna sebagai perwujudan rasa
syukur kepada Yang Maha Kuasa.
Para lelaki pemain Gamelan |
Rombongan gebogan-gebogan yang siap dijalankan oleh para
ibu-ibu dibawa ke pura untuk diberikan air suci (tirtha) oleh pemangku setempat
setelah itu acara persembahyangan pun dimulai, selanjutnya ada beberapa yang
membawa gebongan itu ke pantai atau melalui persawahan untuk acara sembahyang
lanjutan. uniknya gebongan yang diusung dalam ritual mepeed memiliki tinggi
rata-rata minimal 1 meter. Bahkan pernah ada yang membawa 2 meter loh wah kuat
sekali para wanita Bali ini. Salut!
Akhirnya penantian selama 2 tahun pun terbayar sudah,
beruntung sekali kami bisa menyaksikan tradisi ini. Semoga kalian beruntung
juga ya kawan ;)
Mengiringi ritual meeped dibelakang |
No comments:
Post a Comment
Komentar adalah sepenuhnya tanggung jawab dari pengomentar.
Pihak Yulutrip tidak bertanggung jawab dengan segala isi yang terkandung dalam komentar.
salam \0/