header photo anigif_zps2629cc65.gif

Monday, August 5, 2013

Baduy–Kegigihan dalam Mempertahankan Adat Istiadat

Alat Tenun Tradisional yang masih digunakan Masyarakat Baduy Luar
    Selama perjalanan menuju Baduy yang saya lihat dan saya alami, saat ini keadaan Baduy sangat memprihatinkan, banyak sampah yang dihasilkan orang yang tidak bertanggung jawab, kebutuhan ekonomi (yang seharusnya tidak dibutuhkan) yang cepat. Mungkin hal tersebut dikarenakan banyaknya orang yang datang ke Baduy, banyaknya masyarakat baduy dalam dan baduy luar yang menjadi guide maupun porter untuk menyusuri baduy dan terlihat mereka lebih menggantungkan hidup dari sektor pariwisata.
Ada hal positif dan negatif dari tereksposnya Baduy sebagai tempat pariwisata, positifnya kehidupan ekonomi mereka menjadi lebih baik, tetapi menurut saya lebih banyak hal negatifnya yaitu banyaknya sampah yang ditimbulkan dari wisatawan, kegiatan mata rantai uang yang sangat kuat dan cepat, terkontaminasinya pola pikir mereka yang secara tak sadar banyak mempengaruhi mereka karena banyaknya wisatawan yang mengunjungi Baduy,
               
Kegiatan Suku Baduy Luar
Dari segi cara hidup, mereka telah mengalami banyak perubahan, terutama dalam cara berpakaian. Masyarakat baduy luar identik dengan pakaian hitam, dengan menggunakan ikat kepala yang berwarna biru. Namun sekarang banyak para generasi muda baduy yang menggunakan pakaian selayaknya orang-orang luar lainnya. Banyak dari mereka yang menggunakan kaos, celana pendek, dengan pernak-pernik yang di buat oleh masyarakat baduy sendiri. Ada beberapa dari mereka yang menggunakan alat komunikasi ponsel walaupun mereka tidak mengenal huruf, tetapi lama-kelamaan mereka belajar untuk dapat berkomunikasi lewat media ponsel. Beberapa dari masyarakat Baduy dapat berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Banyaknya wisatawan yang datang ke sini apalagi pada akhir pekan membuat Baduy tidak dapat membendung perubahan sosial.
               
Tugu Ciboleger, Desa terakhir menuju kampung Baduy 
Memang saat itu saya merasa tidak seperti di sebuah kampung di pedalaman, saya terlalu berlebihan berimajinasi dalam perjalanan tersebut yang berfikir bagaimana kehidupan dari sebuah suku adat yang tidak menggunakan listrik, tertutup dari hal-hal luar, masih memegang teguh adat istiadatnya bahkan tadinya saya berfikir di Baduy masih menggunakan sistem barter dll.

Kegiatan Menenun


Mengambil Hasil Hutan 
            Ternyata setelah pulang dari Baduy dan melihat semuanya, saya telah menemukan jawaban dari imajinasi saya yang berlebihan dan berbanding terbalik dengan fakta yang saya dapat. Ya wajar, bagaimana mungkin sebuah kampung adat dapat mempertahankan keasliannya jika setiap akhir pekannya selalu di banjiri dengan wisatawan. Rasanya tak adil menyalahkan masyarakat Baduy atas perubahan yang telah terjadi, Adat istiadat pun telah berusaha untuk mempertahankan keaslian mereka dengan adanya polisi adat yang berpatroli, sayangnya hal tersebut tetap tidak efektif untuk melawan derasnya perubahan tersebut. Tetapi, yang saya masih dapat adalah kearifan lokal masyarakat Baduy nya, mereka tetap berusaha mempertahankan dan menjalankan apa yang telah di tetapkan dalam hukum adat mereka. Semua itu balik lagi kepada masyarakat Baduy bagaimana mereka menghadapi dan menyikapi semua permasalahan perubahan ini, kita tidak dapat memaksakan apa yang menjadi keinginan kita terhadap mereka dan kita pun sebagai wisatawan hendaknya bertanggung jawab terhadap apa yang akan kita kunjungi dengan mematuhi segala peraturan yang telah dibuat dan jadilah wisatawan yang kembali pada niat awal kita, pada saat kita mengunjungi suatu tempat yaitu ingin tahu, belajar dan membiarkan mereka terhadap kehidupan keaslian mereka.

Author: Yuwi Jamal

Link for Baduy
Cara Menuju Baduy
Sedih Untuk Baduy


2 comments:

  1. "Memang saat itu saya merasa tidak seperti di sebuah kampung di pedalaman"

    Kata-kata di atas kayaknya bagus buat menggambarkan lead tulisannya. Mungkin aku mau kasih saran sedikit. Tulisan yang kamu buat kan sebenarnya menggambarkan suatu ironi keadaan desa dan masyarakat Baduy. Nah, kalau mau menyentuh, tema yang ironi ya ditulis dengan bahasa ironi juga. Seperti pada kalimat di atas itu merupakan lead pembuka tulisan. Yuwie menjelaskan dulu keadaan sekitar, yang baru kemudian diironikan dengan kalimat tersebut.

    Paragraf kedua baru menggambarkan kalau di sana itu adalah masyarakat Baduy. Baru dilanjutkan dengan argumen fakta-fakta yang ada. Namun harus diingat, kalau tulisannya bernada ironi, di ujung tulisan disisipi harapan yang tampak dari segi positif di sana. Harapan itu bukan sekadar deskripsi fakta, tetapi ada logika kamu bermain di situ,

    Tulisan seperti ini dinamakan tulisan jurnalisme sastra, dimana suatu peristiwa dikisahkan dengan teknik menyentuh pembaca. Lebih bagus lagi kalau dimasukkan dalog dengan masyarakat sekitar untuk memperkuat ironi tulisan kamu. Nah, dari hasil wawancara tsb kamu bisa mengembangkannya dengan pemikiran kamu.

    Nih, aku kasih contoh jurnalisme sastra National Geographic Indonesia http://nationalgeographic.co.id/feature/2013/07/megaselokan-megapolitan

    Tetap semangat menulisnya!!! :)

    ReplyDelete
  2. makasih banget ya kaka buat masukkannya, okeh aku baca-baca link yang dr kaka biar bisa berkembang tulisan-tulisan akunya :D

    ReplyDelete

Komentar adalah sepenuhnya tanggung jawab dari pengomentar.
Pihak Yulutrip tidak bertanggung jawab dengan segala isi yang terkandung dalam komentar.
salam \0/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...